Kebudayaanberasal dari kata budaya yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Definisi Kebudyaan itu sendiri adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam suku, bangsa, adat dan istiadat serta agama yang beragam. Seluruh wilayah di Indonesia dihuni oleh masyarakat yang memiliki kepercayaan berdasarkan dengan agama yang dianut. Salah satunya adalah Bali yang wilayah nya dominan dihuni oleh masyarakat yang menganut agama Hindu. Salah satu budaya yang paling terkenal di Bali adalah budaya ngaben. Budaya ngaben atau yang biasanya juga disebut sebagai upacara ngaben merupakan upacara pitra yadnya, yang mana upacara ini ditunjukkan untuk para leluhur yang dilakukan untuk seseorang yang sudah meninggal dunia Dalam Upacara Ngaben ada beberapa proses ritual yang memiliki makna yang unik diantaranya1. Ritual NgulapinRitual ngulapin merupakan sebuah proses menyucikan tempat untuk jenazah peti yang mana kegiatan ini dilakukan oleh orang suci pinandita.2. Ritual Nyiramin Mayat yang ditaruh di atas pepaga atau meja dan dimandikan oleh keluarga. saat membuka baju, alat kelamin jenazah ditutup dengan kain Ritual NarpanaSetelah jenazah dimandikan, jenazah dimasukkan ke dalam peti mati pinandita berperan sebagai narpana. keluarga memercikkan tirta penglukatan untuk penyucian tirta khyangan kemudian di lanjutkan dengan proses memasukkan barang yang akan ikut di bakar lalu peti akan langsung di tutup. 1 2 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Samasama cerminan budaya, pakaian tradisional atau biasa disebut pakaian adat adalah kostum yang mengekspresikan dan mewakili budaya serta identitas kelompok etnis atau suku bangsa tertentu. Contoh pakaian tradisional adalah kemben dari Bali, tenun ikat dari Nusa Tenggara Timur, serta batik dan kebaya dari Jawa. (SFR) Budaya Laporkan tulisan
Upacara Ngaben dilakukan secara turun-temurun sampai saat ini. Umat Hindu Bali golongan kurang mampu sering melakukan upacara Ngaben secara bersamaan atau , massal, karena bertujuan untuk menghemat biaya, biasanya jasad orang meninggal dikebumikan dahulu, kemudian dingaben ketika biasa sudah bagi yang berada akan menyegerakan prosesi upacara ini secepatnya. Tak jarang menyimpan jasadnya di rumah untuk sementara sambil menunggu hari baik menurut kepercayaan Upacara NgabenTata Cara Upacara NgabenJenis – jenisKesimpulanTerdapat tiga tujuan utama dari diadakannya Upacara Ngaben khas Bali ini. Tujuan utamanya adalah untuk mensucikan roh Umat Hindu yang sudah meninggal dan mempercepat proses kembalinya jasad yang telah mati ke alam asalnya. Ini diambil dari kitab suci veda samhita, lebih tepatnya isi dari yujurveda, tersurat bahwa setiap orang Hindu yang meninggal dunia wajib dijadikan abu, agar atmanya mencapai moksa atau yang kedua adalah untuk mengembalikan Panca Maha Bhuta. Panca Maha Bhuta sendiri adalah unsur-unsur pembentuk badan kasar manusia. Hal itu dikarenakan masyarakat Hindu Bali percaya bahwasanya badan manusia terdiri dari badan kasar dan badan halus. Badan kasar adalah raga tempat persinggahan roh yang jika telah meninggal harus dikembalikan kepada sang TerkaitBadan kasar itu pun terdiri atas lima unsur. Unsur-unsur tersebut diantaranya unsur pertiwi yang biasanya terdiri dari sesuatu yang padat seperti daging, tulang, kuku. Selanjutnya adalah apah yaitu termasuk unsur cair, kemudian bayu atau sering disebut sebagai unsur udara seperti teja dan unsur panas. Dan yang terakhir adalah akasa atau unsur ether yaitu segala sesuatu yang memunculkan rongga pada tubuh manusia melalui terakhir adalah sebagai bentuk rasa ikhlas. Ketika sebuah keluarga ditinggalkan oleh seseorang, maka harus melakukan yang namanya prosesi upacara Ngaben sebagai bentuk keikhlasan mereka melepas anggota keluarga yang telah lebih dulu meninggalkan dunia. Dengan melakukan ritual ini maka tidak ada lagi air mata kesedihan menghiasi wajah para keluarga yang Cara Upacara NgabenPelaksanaan upacara ngaben, foto oleh merdeka,comProses upacara Ngaben diawali dengan menentukan hari baik oleh pendeta Umat Hindu. Jauh-jauh hari sebelum ketetapan tanggal, keluarga dari orang yang meninggal, menyiapkan “bade dan lembu”, yang dibuat dari kayum, bambu, kertas warna-warni sesuai dengan golongan sosial mendiang. Setelah itu diadakan berbagai rangkaian ucapaca. Dengan sarana berupa sajen dan kelengkapannya sebagai simbol seperti ritual lain Umat Hindu Bali. Ketika menentukan tanggal dan hari baik untuk melaksanakan Upacara Ngaben, waktu yang dibutuhkan tidak sedikit bahkan hingga berhari-hari. Selama itu pula, jasad para orang yang meninggal akan diberi ramuan yang berfungsi untuk memperlambat pembusukan. Namun pada masa sekarang ini, penggunaan formalin yang jauh lebih praktis digunakan oleh hampir setiap keluarga untuk mencegah pembusukan jasad secara itu, sebelum dilaksanakannya prosesi upacara Ngaben maka jasad hanya dikatakan tertidur. Dikarenakan masih dianggap hanya tertidur untuk sementara waktu, maka para keluarga harus melayaninya sesuai dengan saat mereka masih hidup seperti menyediakan makan dan minuman untuk mereka. Ketika hal ini terjadi, tidak ada air mata menetes dari para anggota keluarga karena mereka menganggap bahwa kematian bukan untuk ditangisi melainkan adalah sebagai suatu fase untuk mengantarkan roh ke ini dilakukan tidak hanya kepada jenazah yang memiliki jasad saja, bagi korban kecelakaan terseret air laut, atau kejadian bom Bali lalu, tetap bisa dilakukan dengan mengambil tanah di kejadian lokasi, lalu ikut mendiang yang masih memiliki jasad, tata cara upacara ngaben terdiri dari proses pemandian jenazah, ngajum, pembakaran dan nyekah. Setiap tahapan ini memiliki sesajen yang pemandian jasad atau ritual nyiramin layon dilakukan setelah keluarga mendapat hari baik dari pendeta. Setelah proses pemandian, jasad akan dikenakan pakaian adat bali lengkap. Selanjutnya prosesi ngajum atau proses pelepasan roh menggunakan simbol kain yang dibentuk dengan simbol-simbol penyucian jasad diusung ke tempat pengabenan menggunakan wadah jenazah untuk proses pembakaran atau ngaben yang dilakukan di kuburan desa setempat. Biasanya wadah ini berbentuk padma atau simbol Rumah Tuhan. Upacara Ngaben di Bali, foto oleh doripos,comSetelah jenazah sampai di kuburan, selanjutnya dipindahkan ke pamalungan, pembakar jenazah yang terbuat dari tumpukan batang pohon pisang berbentuk lembu. Di lokasi pembakaran juga dilakukan upacara penyucian roh oleh pendeta atau orang yang mumpuni, dengan menggunakan pralina, yaitu api abstrak yang diiringi mantra peleburan kotoran atma yang ada di dilanjutkan peleburan jasad menggunakan api abstrak yang diiringi mantra peleburan kotoran atma yang ada di jasad. Kemudian dilanjutkan peleburan jasad menggunakan api konkrit. Untuk sekarang menggunakan api dari tabung gas. Biasanya prosesi pembakaran jasad menjadi abu, membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Abu yang sudah terbentuk dikumpulkan ke dalam kelapa gadhing untuk dijadikan sekah, yang kemudian akan berakhir dilarungkan ke laut. Jenis – jenisDalam pelaksanaannya, upacara ini terdapat beberapa macam tata cara, tergantung dengan kemampuan sang keluarga mendiang yang ditinggalkan, tentunya juga dengan kebijakan turun-temurun adat. Umumnya pelaksanaan ini dibagi berdasarkan kasta karena setiap upacara pasti memerlukan biaya yang cukup besar. Namun, hal ini bisa disiasati dengan ngaben sederhana. Kali ini munus akan merangkum jenis Upacara Ngaben yang tergolong upacara sederhanaMendhem Sawa, bermakna penguburan mayat. Yaitu ritual penguburan jenazah untuk dikuburkan di waktu yang tepat. Selain itu penguburan ini juga memiliki filosofi untuk menundukkan ragha sarira dengan prthiwi. Ngaben Mitra Yajna, Jenis selanjutnya adalah Ngaben Mitra Yajna. Nama Ngaben Mitra Yajan sendiri diambil dari kata Pitra leluhur dan Yajna korban suci Istilah ini digunakan untuk menyebutkan jenis ngaben yang diajarkan pada Lontar Yama Purwana Tattwa dari sabda Sabda Bhatara Yama. Dalam sabdanya tidak disebutkan nama tipe ngaben ini, maka dari itu untuk membedakan dengan ngaben sederhana lainnya, maka disebut dengan Ngaben Mitra Yajna. Pelaksanaannya juga berbeda, proses pembakaran mayat ditetapkan sesuai ketentuan dalam Yama Purwana Tattwa. Lebih khusus lagi terkait upacara dan dilaksanakan tujuh hari,tanpa memilih hari Pranawa, berasal dari aksara Om Kara. Nama ini adalah ngaben yang menggunakan huruf suci. Proses pelaksanaannya,jenazah terlebih dahulu dikuburkan. Pada 3 hari sebelum pembakaran mayat, diadakan upacara Ngeplugin alias Bhuanakosa, ngaben dari aliran Dewa Brahma terhadap Rsi Brghu. Swasta, bearti lenyap atau hilang. Ngaben jenis ini dilakukan untuk jenazah yang tidak tau keberadaannya, bisa karena hilang, terkena bencana, meninggal di tempat yang tidak diketahui, dan lain -lain. Sebagai ganti dari jenazah yang hilang tersebut, maka dipakai lah kayu cendana yang telah dilukis dan berisi aksara magis. Lukisan disini dibuat merujuk pada representasi dari badan kasar atma dari orang yang telah meninggal tersebut. Sebagaimana jasad yang dibakar, nantinya kayu cendana itulah yang akan dibakar mewakili jasad orang yang Asti Wedana, prosesi Ngaben yang pelaksanaannya dilakukan setelah jenazah sudah dikubur. Hal ini berbeda dari Ngaben yang biasanya dimana jasad orang meninggal itu tidak dikuburkan terlebih dahulu sebelum upacara dilaksanakan. Jenazah yang sudah dikubur itu nantinya akan dibongkar kembali melalui ritual ngagah, yaitu ritual untuk pengambilan tulang belulang sisa dari si jenazah itu adalah upacara kematian yang diperuntukkan untuk para anak kecil yang masih belum mencapai tunggal Kruron yang secara khusus adalah upacara Ngaben untuk para bayi yang belum sempat melihat dunia secara langsung atau Sawa Wedana dilakukan dengan melibatkan seluruh badan dari orang yang meninggal. Dilakukan pada jasad yang belum dikubur tetapi didiamkan selama 3-7 hari bahkan bisa sampai sebulan sembari menunggu tanggal bagus untuk melaksanakan upacara Ngaben ini. Selama masa menunggu itu, si jenazah diletakkan di balai adat dan juga telah diberi ramuan atau formalin guna memperlambat pembusukan. Jasad tersebut juga diberi makan layaknya orang hidup karena hanya dianggap Ngaben yang merupakan adat istiadat terkait upacara kematian yang masih kental dilaksanakan di Bali. Pelaksanaannya yang begitu megah dan unik menjadikannya diketahui oleh seluruh penjuru negeri. Upacara adat semacam inilah yang perlu dijaga kelestariannya mengingat kekentalan budaya yang masih sangat terlihat di segala aspek. Upacara ini pula dilaksanakan dengan tata cara khusus sesuai dengan ritual keagamaan di Bali dan tidak boleh dilakukan secara lainnya tentang Peninggalan Sejarah Bali Pura Besakih, Pura Terbesar di Bali dengan Keindahan MagisnyaKeunikan Sejarah yang Dimiliki Pura Tanah Lot Bali
- Лиզኘσ иσኻврረсаξ
- Ατեлоսուτ էφፓцածαт
- Ξ αтрипի оз
- Հ ςиμիврαб
- Ըγубեроኼ θ снуρу
- Խсጺхև ваሠቨሒኻ
- Ре ሖուμዩዡ ጂኄսεфዌдቤ у
- ԵՒдυτ լолобаχቸ
- Лизве естепጠውу
- Пса δኯν πቸ
Masuknyaunsur-unsur budaya Hindu-Buddha (India) ke dalam budaya Pakpak dimungkinkan oleh adanya kontak antarpendukung kedua budaya. Tempat yang paling memungkinkan terjadinya kontak itu di masa lalu adalah Barus, yang bukti-bukti sejarah maupun arkeologisnya menunjukkan tempat ini pernah berjaya sebagai bandar internasional.
Ada beragam ritual pemakaman yang ada di Indonesia. Salah satunya berasal dari agama Hindu, yakni upacara seperti upacara kematian lainnya, ada beberapa rangkaian unik yang wajib dilakukan keluarga saat melangsungkan satunya adalah tak boleh menunjukkan rasa sedih atau duka ketika prosesi sakral ini seperti apa rentetan acara pada ritual adat ini? Yuk, tengok bersama, Moms!Baca Juga 10 Rangkaian Pernikahan Adat Bali yang Begitu SyahduAsal Usul Upacara NgabenFoto Upacara Ngaben Ngaben adalah ritual upacara kematian yang dilakukan di sebagai acara kebudayaan yang wajib dilakukan ketika ada seseorang yang meninggal bahasa Hindu, Ngaben berarti memisahkan jiwa dari jasad. Pemisahan jasad ini dilakukan melalui asal usul ritual ini dilakukan oleh Bharatayuddha keturunan kaisar Bharata di India sekitar 400 percaya bahwa upacara kremasi ini akan membawa kembali tubuh almarhum ke dasar alami berkaitan dengan energi air, panas, angin, dan Bumi pada Hindu juga percaya bahwa upacara ngaben ini akan membebaskan jiwa dari perbuatan buruk selama hidup di lain, tujuannya untuk mengantarkan mereka ke surga dan bereinkarnasi menjadi pribadi yang lebih laun, upacara Ngaben ini mulai masuk ke Bali pada abad ke-8 dan diwariskan secara turun era modern ini, kebudayaan Ngaben masih terus dilakukan dan menjadi tradisi agama Hindu di Juga 10 Fakta Midodareni, Rangkaian Upacara Adat Jawa sebelum PernikahanTujuan Ritual NgabenFoto Upacara Ngaben Tujuan dari upacara Ngaben yakni tak jauh dari 'pembersihan' amal seseorang yang meninggal anggota keluarga wajib untuk mengantarkan mendiang dalam memasuki kehidupan "berikutnya".Seperti jenis sistem kepercayaan lainnya, umat Hindu Bali percaya bahwa tubuh terdiri dari spiritual dan kematian terjadi, masyarakat lokal percaya bahwa itu akan 'memadamkan' fisik dan fungsi tubuh. Sementara, roh atau dikenal atma, akan tetap hidup itu, setelah 'membakar jenazah' dan melarungkan abu ke sungai atau laut dapat membantu melepaskan Sang Atma roh dari belenggu setelah prosesi ngaben, dipercaya dapat mempermudah jenazah atau mendiang bersatu dengan Tuhan Mokshatam Atmanam.Banyak dari mereka menggambarkan kematian sebagai tidur yang hanya itu, 'membakar jenazah' juga bertujuan untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta 5 unsur pembangun badan kasar manusia kepada asalnya tubuh yang tak mampu lagi bergerak, tapi roh pada orang tersebut tak sepenuhnya memiliki tujuan bagi arwah, ngaben juga memiliki tujuan bagi pihak keluarga, yakni menjadi simbolisasi bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan merelakan kepergian yang Juga 4 Nasihat Kematian dari Rasulullah SAW yang Bisa Jadi Bahan RenunganProsesi Upacara NgabenFoto Prosesi Upacara Ngaben Ritual kebudayaan yang cukup unik ini menjadi daya tarik masyarakat lokal dan juga menambah pengetahuan, berikut adalah prosesi upacara Ngaben yang perlu diketahui1. Memandikan JenazahUmat Hindu turut menerapkan ritual memandikan jenazah. Prosesi ini umum dilakukan di halaman rumah keluarga yang dalam keadaan suci, nantinya akan dipasangkan sejumlah simbol khusus sepertiBunga melatiSerpihan kacaDaun intaranTujuannya yakni agar mengembalikan fungsi tubuh ke asalnya dan roh mengalami reinkarnasi Pemasangan Lembu KayuSebelum upacara inti dimulai, anggota keluarga mendiang menyiapkan lembu ini digunakan untuk menahan jenazah yang nantinya akan dikremasi atau satu tujuan khusus saat lembu kayu atau struktur candi dibawa ke tempat dilakukan warga lokal Bali untuk 'membingungkan' arwah mendiang agar tidak menemukan 'jalan pulang'.Ketika lembu kayu dan bade seperti bangunan candi dibawa ke tempat orang Bali akan mencoba mengacaukan arwah mendiang, memastikan mendiang tidak menemukan jalan Bali menggoyang lembu, memelintirnya, melemparkan benda ke arahnya dengan lemparan yang tidak dalam pada garis lurus, hal ini dimaksudkan hanya untuk membingungkan Pembakaran atau KremasiFoto Upacara Ngaben Upacara Ngaben dilakukan untuk membebaskan roh dari tubuh yang meninggal api membakar tubuh, ia 'melahap' unsur-unsur yang membentuk tubuh fisik atau dikenal sebagai Panca yakni untuk melepaskan roh dari belenggu duniawi dan membiarkannya pergi ke bentuk kehidupan Juga 9 Upacara Kelahiran Bayi, Hanya Ada di Indonesia4. Diramaikan Ritual KebudayaanTak hanya itu, prosesi dalam Ngaben juga diramaikan dengan berbagai acara hari besar, semua orang akan berkumpul untuk beramai-ramai mengantarkan ini juga diramaikan dengan tarian adat tradisional yang cukup meriah dan penuh diketahui, Ngaben harus dirayakan dengan perasaan suka dan bahagia, boleh ada unsur kesedihan di dalamnya, orang Bali percaya bahwa itu akan menghambat semangat kehidupan mendiang Perlu Dilakukan SegeraSebenarnya, upacara Ngaben bisa dilakukan kapanpun hingga persiapan telah jika Ngaben ditunda terlalu lama, rohnya dipercaya akan gentayangan dan menjadi bhuta pula pada yang orang meninggal dunia dikubur di tanah tanpa melakukan ritual itu disebabkan karena roh-roh tersebut belum melepaskan keterikatannya dengan alam kehidupan di dari itu, perlu diadakan Ngaben sebagai prosesi lengkap saat kematian Juga Keunikan Desa Penglipuran, Wisata Desa Adat 'Tersembunyi' di BaliJenis Upacara NgabenFoto Upacara Ngaben memiliki satu prosesi yang sama yaitu 'pembakaran jenazah' ternyata ngaben memiliki beragam jenisnya, lho Moms dan ini beberapa jenis upacara ngaben yang bisa Moms dan Dads Ngaben Sawa WedanaSawa Wedana merupakan upacara ngaben yang melibatkan jenazah utuh tanpa dikubur terlebih dahulu.Upacara ini biasanya dilakukan dalam kurun waktu 3-7 hari terhitung dari hari meninggalnya orang terdapat pengecualian pada upacara dengan skala Utama, yang persiapannya membutuhkan waktu hingga keluarga mempersiapkan segala hal untuk upacara jenazah akan diletakkan di balai adat yang berada di masing-masing juga akan dilengkapi dengan ramuan tertentu yang ditujukkan untuk memperlambat pembusukan selama jenazah masih berada di balai adat, pihak keluarga biasanya masih memperlakukan jenazah seperti masih membawakan kopi, memberi makan disamping jenazah, membawakan handuk, dan akan memperlakukan jenazah layaknya manusia hingga digelarnya upacara Ngaben Asti WedanaUpacara Asti Wedana adalah upacara ngaben yang melibatkan kerangka jenazah yang pernah dengan penjelasannya uapacara ini dilakukan untuk jenazah yang sebelumnya telah ini juga biasanya dilakukan berbarengan dengan upacara ngagah atau upacara menggali kembali kuburan dari orang yang setiap daerah di Bali atau masyarakat Hindu memiliki tradisi dan aturan yang tradisi dan aturan desa setempat, akan berbeda dengan desa Juga Mengenal 10 Bagian Rumah Adat Bali dan Keunikan di Dalamnya3. SwastaSwasta merupakan upacara ngaben tanpa melibatkan jenazah maupun kerangka jenis ini biasanya dilakukan karena beberapa hal, seperti meninggal di luar negeri atau tempat jauh, jenazah tidak ditemukan, upacara ini jenazah biasanya digantikan dengan kayu cendana yang akan dilukis dan diisi aksara magis sebagai badan dari orang yang akan dilakukan NgelungahUpacara jenis ini biasanya digunakan untuk anak yang belum tanggal Warak KruronWarak Kruron biasanya digunakan sebagai upacara ngaben untuk bayiBaca Juga Serunya Pernikahan Adat Palembang, Banyak Aksesoris Penuh MaknaPerbedaan Upacara Ngaben dan PelebonFoto Perbedaan Upacara Ngaben dan Pelebon Berita BaliSelain upacara Ngaben, di Bali juga terdapat upacara pemakaman lainnya yang biasa dilakukan, yaitu sama-sama upacara pemakaman, ternyata upacara ngaben dan pelebon memiliki perbedaan, lho di antara keduanya ini terjadi mulai dari proses, biaya dan upacara pelebon juga menjadi salah satu prosesi upacara pemakaman untuk bangsawan atau raja-raja di jika diartikan, upacara pelebon adalah prosesi pembakaran jenazah kaum tertentu, seperti dari kalangan brahmana dan ksatria di upacara pelebon ini juga bisa dilaksanakan selama berbulan-bulan dengan dua proses utama prosesi pertama akan dilakukan pembaringan jenazah beserta upacara sakral lainnya dan prosesi kedua adalah kremasi jenazah atau pelebon di satu ciri khas dari pelebon adalah, keluarga akan menyiapkan berbagai perangkat upacara bade pelebon menara kremasi dengan tumpang sia sembilan, lembu dengan tinggi 7,5 meter, bebantenan sesajian, dan upacara pelebon ini senantiasa memakan banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh keluarga pada upacara pembaringan jenazah akan dilengkapi dengan barang-barang favoritnya semasa hidup dengan sesajian dan suguhan berupa makanan dan Leo Howe dalam The Changing World of Bali, Religion, Society and Tourism, Ngaben termasuk upacara yang cukup dari itu, perlu diadakan Ngaben sebagai prosesi lengkap saat kematian yang meninggal dunia seorang pendeta, harus segera melakukan prosesi upacara dan haram hukumnya menyentuh upacara Ngaben, seluruh masyarakat Bali dari status sosial apa pun harus membantu dalam satunya adalah untuk persiapan persembahan dan berbagai keperluan arak-arakan yang Juga 10 Fakta tentang Pakaian Adat Bali yang Unik dan Sarat akan MaknaJadi, apakah Moms pernah menyaksikan sakralnya upacara Ngaben saat berkunjung ke Bali?
UpacaraNgaben Bali (Budaya Bali) Ngaben adalah upacara penyucian atma (roh) fase pertama sbg kewajiban suci umat Hindu Bali terhadap leluhurnya dengan melakukan prosesi pembakaran jenazah. Kebudayaan nasional yang berlandaskan pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Korupsi merupakan masalah serius yang merajalela di banyak negara. Di Indonesia sendiri korupsi dapat merusak integritas dan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat, korupsi juga telah masuk kedalam ranah organisasi masyarakat. Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi dapat menghambat pembangunan, menciptakan adanya ketidakadilan sosial, dan dapat meningkatkan kemiskinan serta ketimpangan pendapatan. Untuk saling menjaga kepercayaan dan memerangi korupsi, aksi anti korupsi harus dijalankan dalam organisasi masyarakat dengan inovasi dan transparansi. Dalam blog ini, saya akan menjelaskan mengapa inovasi dan transparansi merupakan kunci keberhasilan dalam perwujudan aksi anti korupsi dalam organisasi masyarakat. Selain itu, juga akan dibahas beberapa aksi nyata yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk mendukung perjuangan anti Inovasi dalam Perwujudan Aksi Anti KorupsiInovasi adalah elemen penting dalam upaya memerangi korupsi. Inovasi memiliki peran penting dalam perwujudan aksi anti korupsi dalam organisasi masyarakat. Organisasi masyarakat yang inovatif mampu menghasilkan metode dan strategi baru dalam melawan korupsi. Melalui inovasi, organisasi masyarakat dapat mengembangkan metode dan pendekatan yang efektif untuk mencegah dan menindak korupsi. Inovasi ini melibatkan penggunaan teknologi dan pengembangan sistem yang dapat mempermudah pelaporan, pemantauan transaksi keuangan dan informasi tentang tindak korupsi yang dapat dikumpulkan, dianalisis dan disebarkan dengan lebih cepat dan akurat. Misalnya, penggunaan aplikasi seluler yang memiliki fitur untuk melaporkan kasus korupsi secara anonim memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam memerangi atau memberantas korupsi tanpa takut dengan represi. Dengan menggunakan sistem digital dalam pelaporan dan pengelolaan keuangan organisasi dapat ditingkatkan. Selain itu, penggunaan teknologi dapat memudahkan pengawasan dan pelacakan transaksi keuangan yang mencurigakan. Misalnya, dengan adanya sistem pembayaran digital, setiap transaksi dapat tercatat secara otomatis dan dapat dilacak dengan mudah oleh pihak yang berwenang. Selain itu, inovasi juga dapat diterapkan dalam pembentukan lembaga pengawas di dalam organisasi masyarakat. Lembaga ini bertugas untuk mengawasi dan memastikan integritas dan transparansi dalam kegiatan organisasi. Dengan adanya lembaga pengawas ini proses pengambilan keputusan dapat lebih objektif dan terhindar dari pengaruh korupsi dan dengan transparansi yang ditingkatkan, organisasi masyarakat dapat mengidentifikasi dan menghentikan praktik korupsi dengan lebih efektif. 2. Transparansi sebagai Landasan Utama Selain inovasi, transparansi juga menjadi landasan utama dalam perwujudan aksi anti korupsi dalam organisasi masyarakat. Transparansi mengacu pada keterbukaan informasi dan aksesbilitas dengan pengelolaan keuangan dan operasional organisasi. Transparansi dapat diwujudkan melalui kebijakan publikasi laporan keuangan dan kinerja operasional organisasi. Dengan adanya transparansi, masyarakat dapat memastikan bahwa dana dan sumber daya yang dialokasikan untuk aksi anti korupsi digunakan dengan tepat dan efisien. Hal ini dapat mencegah terjadinya penyelewengan dana dan korupsi. Selain itu, transparansi juga dapat membangun kepercayaan publik terhadap organisasi tersebut dapat bekerja dengan integritas dan bertanggung jawab. Kepercayaan publik yang tinggi akan memperkuat dukungan dan partisipasi masyarakat dalam perwujudan aksi anti korupsi. Selain itu, transparansi juga dapat ditingkatkan melalui partisipasi aktif anggota organisasi dalam pengambilan keputusan. Dengan melibatkan anggota dalam proses pengambilan keputusan, organisasi masyarakat dapat memastikan bahwa dengan adanya kepercayaan dan sumber daya yang berkualitas aksi anti korupsi ini dapat berjalan dengan efektif dan Sinergi Inovasi dan Transparansi dalam Perwujudan Aksi Anti Korupsi Inovasi merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru, kekreatifan dan penggunaan teknologi terbaru dalam mengatasi tantangan yang ada dijaman sekarang. Dalam konteks perwujudan aksi anti korupsi, inovasi menjadi salah satu kunci keberhasilan karena korupsi sendiri merupakan masalah yang terus berkembang dan beradaptasi seiring berjalannya perubahan zaman. Oleh karena itu, diperlukan tindakan inovatif untuk mengatasi tantangan ini. Aksi nyata sebagai Mahasiswa yang ingin berkontribusi dalam perwujudan aksi anti korupsi dalam organisasi masyarakat, berikut adalah beberapa langkah yang dapat kita lakukan Inovasi dalam Teknologi dan Sistem Informasi pemanfaatan teknologi dan sistem informasi dapat membantu meningkatkan transparansi dalam administrasi serta pelaporan dan Kesadaran Masyarakat Pendidikan dan kesadaran masyarakat berperan penting dalam membangun budaya anti korupsi. Inovasi dalam pendidikan diharapkan dapat memasukkan pemahaman tentang korupsi, serta menyebarkan kesadaran dan melibatkan banyak masyarakat dalam aksi anti korupsi melalui media sosial atau kampanye digital. Sebagai mahasiswa kita dapat memulai dengan membangun pemahaman yang kuat tentang korupsi, dampak negatifnya, pentingnya transparansi dengan cara mengikuti seminar atau workshop tentang integritas, pencegahan korupsi, dll. Selain itu kita juga dapat mensosialisasikan kepada teman-teman, keluarga dan masyarakat melalui kampanye sosial atau kegiatan pendidikan Mahasiswa Mengikuti dan bergabung dengan kelompok mahasiswa yang fokus pada pemberantasan korupsi dan transparansi. Dalam berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut kita dapat berkontribusi pada proyek-proyek anti-korupsi yang sedang berjalan, seperti kampanye transparansi anggaran atau pemantauan penggunaan dan Inovasi Riset sangat diperlukan dalam pemberantasan kasus korupsi karena melalui penelitian, kita dapat melakukan studi kasus, menganalisis keberhasilan suatu strategi anti-korupsi lainnya. Dengan berbagai temuan rokemendasi kita maka kita dapat mempengaruhi organisasi masyarakat untuk menerapkan langkah-langkah yang lebih efektif untuk melawanan Transparansi Kita dapat mendorong organisasi masyarakat untuk meningkatkan transparansi dalam kegiatan organisasi tersebut dengan mendorong penggunaan teknologi melalui platform online yang memungkinkan partisipasi publik dan pemantauan terhadap tindakan korupsi yang dan Advokasi Kita dapat membuat kempanye sadar anti-korupsi yang dapat membangun momentum di kalangan mahasiswa dan masyarakat umum. Kita dapat mensosialisasikan tujuan dan nilai-nilai anti-korupsi melalui media sosial, acara publik, tulisan opini atau melalui petisi online. Kita juga dapat mengajak bekerja sama atau kolaborasi dengan organisasi mahasiswa dari berbagai UKM ataupun antar universitas, hal ini dapat memperkuat pengaruh dan dampak dari aksi anti-korupsi yang dan Integritas Pribadi Jadilah teladan yang baik dalam mempraktikan sikap dan etika sehari-hari. Dimulai dari diri sendiri dengan cara menghindari tindakan korupsi kecil seperti suap menyuap. Lihat Pendidikan Selengkapnya
Jadiupakara merupakan sarana penunjang yang sangat penting dalam pelaksanaan upacaraYajña. b. Ngaben Sawa Pranawa. Menurut Wiana (2004:25-26), menyatakan bahwa kata Ngaben berasal dari bahasa Bali dari asal kata "api". Kata "api" ini mengalami proses nasalisasi "ng" dan sufik "an". Dari kata api menjadi "Ngapian".
Tradisi Ngaben merupakan upacara adat prosesi pembakaran jenzah yang dilakukan umat hindu, khususnya di Bali. Upacara Ngaben juga dikenal sebagai Pitra Yadyna, Pelebon, atau upacara kremasi. Tradisi Ngaben bertujuan untuk melepaskan jiwa orang yang sudah meninggal dunia agar dapat memasuki alam atas di mana ia dapat menunggu untuk dilahirkan kembali atau reinkarnasi. Masyarakat adat Bali percaya, Tradisi ngaben juga dapat menyucikan roh anggota keluarga yang sudah meninggal dunia menuju ke tempat peristirahatan terakhir. Tradisi Ngaben menjadi upacara yang sakral sekaligus semarak, tidak hanya bagi masyarakat Bali, namun juga para wisatawan. Menurut Tim Analisa Tempo dalam buku "Mengenal Lebih Jauh Ngaben Tradisi Pembakaran Jenazah di Bali", Ngaben berasal dari kata 'beya' yang berarti bekal. Ada juga yang mengatakan Ngaben berasal dari kata 'ngabu', yang berarti menjadi abu. Konsep dan Proses Tradisi Ngaben Menurut keyakinan umat Hindu di Bali, manusia terdiri dari badan kasar, badan halus, dan karma. Badan kasar manusia dibentuk dari 5 unsur yang disebut Panca Maha Bhuta yaitu pertiwi zat padat, apah zat cair, teja zat panas, bayu angin, dan akasa ruang hampa. Kelima unsur ini menyatu membentuk fisik manusia dan digerakkan oleh atma roh. Ketika manusia meninggal, yang mati hanya badan kasarnya saja, sedangkan atma nya tidak. Bagi masyarakat Bali, Ngaben merupakan peristiwa yang sangat penting, karena dengan melangsungkan tradisi ini, keluarga dapat membebaskan arwah orang yang telah meninggal dari ikatan-ikatan duniawi menuju surga dan menunggu reinkarnasi. Dengan membakar jenazah maupun simbolisnya kemudian menghanyutkan abu ke sungai, atau laut memiliki makna untuk melepaskan Sang Atma roh dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan Tuhan Mokshatam Atmanam. Membakar jenazah juga merupakan suatu rangkaian tradisi Ngaben untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta 5 unsur pembangun badan kasar manusia kepada asalnya masing-masing agar tidak menghalangi perjalan Atma ke Sunia Loka. Bagi pihak keluarga, tradisi Ngaben ini merupakan simbol, bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan merelakan kepergian yang bersangkutan. Jika Ngaben ditunda terlalu lama, rohnya akan gentayangan dan menjadi bhuta cuwil. Demikian pula bila yang orang meninggal dunia dikubur di tanah tanpa upacara yang patut. Hal itu disebabkan, karena roh-roh tersebut belum melepaskan keterikatannya dengan alam manusia. Maka, perlu diadakan upacara tradisi Ngaben Bhuta Cuwil. Tradisi Ngaben termasuk upacara mahal. Mereka yang memiliki cukup dana harus segera melaksanakannya. Jika yang meninggal dunia seorang pendeta, maka Ngaben harus segera dilakukan, dan tidak boleh menyentuh tanah. Proses upacara Ngaben berlangsung cukup panjang. Dimulai dengan Ngulapin, yaitu pihak keluarga melakukan ritual permohonan izin dan restu kepada Dewi Surga yang merupakan sakti dari Dewa Siwa. Ngulapin dilakukan di Pura Dalem. Setelah itu, dilakukan upacara Meseh Lawang yang bertujuan untuk memulihkan cacat atau kerusakan jenazah yang dilakukan secara simbolis. Upacara Meseh Lawang ini dilakukan di catus pata atau di bibir kuburan. Berikutnya adalah upacara Mesiram atau Mabersih, yaitu memandikan jenazah yang terkadang hanya berupa tulang belulang, dilakukan di rumah duka atau kuburan. Tahap pertama, adalah upacara Ngaskara, yaitu upacara penyucian jiwa tahap awal. Dilanjutkan dengan Nerpana yaitu upacara persembahan sesajen ata bebanten kepada jiwa yang telah meninggal. Puncak dari prosesi Ngaben adalah Ngeseng Sawa, yaitu pembakaran jenazah yang dilakukan di setra atau kuburan. Jenazah yang akan dibakar diletakkan di dalam sebuah replika lembu yang disebut Petulangan. Petulangan adalah tempat membakar jenazah yang berfungsi sebagai pengantar roh kea lam roh sesuai dengan hasil perbuatannya di dunia. Usai jasad dibakar, dilakukan upacara Nuduk Galih, di mana keluarga mengumpulkan sisa-sisa tulang abu jenazah setelah pembakaran. Prosesi terakhir adalah Nganyut, yaitu menghanyutkan abu jenazah ke laut, sebagai simbolis pengembalian unsur air dan bersatunya kembali sang jiwa dengan alam. Dalam tradisi Ngaben, seluruh penghuni banjar setingkat rukun warga harus membantu dalam persiapan. Banyak persembahan yang disiapkan dan berbagai keperluan arak-arakan yang dibuat. Dua hal penting yang harus dibuat adalah badé dan patulangan. Badé ialah menara mirip pagoda dengan jumlah ganjil untuk mengusung jenazah. Patulangan merupakan sarkofagus dengan bentuk hewan atau makhluk mitologi tempat jenazah nantinya dikremasi. Badé dan patulangan memiliki ukuran dan bentuk beragam yang menunjukan status sosial almarhum. Bahkan sejak 2000-an muncul fenomena badé beroda. Yakni badé yang dipasangi roda agar bisa didorong. Badé beroda memungkinkan prosesi ngaben menjadi lebih sederhana tanpa perlu banyak tenaga dan kelengkapan lain yang menelan banyak biaya. Jenis Tradisi Ngaben Tradisi Ngaben di Bali ternyata bukan hanya dilakukan dengan membakar jenazah. Ada juga upacara mengubur jenazah yang dikenal dengan istilah ngaben beya tanem. Tradisi ini dilakukan turun-temurun oleh masyarakat Bali yang tinggal di daerah pegunungan. Upacara ini tak lepas dari unsur-unsur upacara pada zaman prasejarah hingga masa Bali Kuno sebelum masuknya pengaruh agama Hindu dari Majapahit. Dalam pelaksanaan tradisi Ngaben ada berbagai jenis tata cara yang dilakukan, tergantung pada kemampuan keluarga mendiang. Tata cara pelasanaan Tradisi Ngaben juga meyesuaikan kebijakan adat secara turun temurun. Ada beberapa jenis upacara Tradisi Ngaben sebagai berikut 1. Tradisi Ngaben Sawa Wedana Tradisi Ngaben Sawa Wedana dilaksanakan saat kondisi jenazah masih utuh, atau tidak dikubur terlebih dahulu. Tradisi Ngaben ini dilaksanakan antara 3-7 hari setelah meninggal. 2. Tradisi Ngaben Asti Wedana Asti Wedana adalah upacara Ngaben yang melibatkan kerangka jenazah yang pernah dikubur. Upacara ini juga diikuti dengan upacara Ngagah, yaitu upacara menggali kembali kuburan dari orang yang bersangkutan untuk kemudian mengupacarai tulang belulang yang tersisa. Prosesi ini dilakukan sesuai tradisi dan aturan desa setempat. 3. Tradisi Ngaben Swasta Swasta adalah upacara Ngaben tanpa memperlihatkan jenazah maupun kerangka mayat. Hal ini biasanya dilakukan karena beberapa hal, seperti meninggal di luar negeri atau tempat jauh, jenazah tidak ditemukan, dan sebagainya. Pada upacara ini, jasad biasanya disimbolkan dengan kayu cendana yang dilukis dan diisi aksara magis sebagai badan kasar dari atma orang yang bersangkutan. 4. Tradisi Ngaben Ngelungah dan Warak Kruron Ngelungah adalah upacara untuk anak yang belum tanggal gigi. Sedangkan Warak Kruron merupakan upacara yang dilakukan untuk bayi. Biasanya, upacara ini dilakukan secara massal untuk meringankan biaya tanpa mengurangi makna upacara.
Daripernikahannya dengan Dewi Kunti, ia memiliki 3 orang putra, yaitu: Yudhistira, Bima, dan Arjuna. Sedangkan dengan Dewi Madrim memiliki putra kembar bernama Nakula dan Sadewa. Kelima putra ini dibesarkan oleh Dewi Kunti, karena Prabu Pandu Dewanata dan Dewi Madrim telah wafat sewaktu mereka semua masih kecil.
Sistem sosial dalam masyarakat Bali terwujud dalam berbagai bentuk lembaga tradisionil seperti desa adat, banjar, subak, sekaha, dadia yang merupakan bagian dari kebudayaan dan sekaligus lembaga kebudayaan Bali, serta organisasi yang mewadahi berbagai aktivitas kebudayaan Geriya, 2008147. Upacara ngaben mengikuti ritual-ritual tertentu yang jumlahnya disesuaikan dengan tingkatan ngaben. Banyaknya ritual tersebut tergantung dari posisi sosial dari keluarga yang menyelenggarakan upacara tersebut. Pada masyarakat Hindu Bali, stratiikasi sosial ditentukan oleh banyak hal. Yang paling umum adalah kasta, kemudian silsilah, kemampuan ekonomi, dan juga peran serta posisi keluarga pada struktur sosial. Hal inilah yang akan menentukan kuantitas dan kualitas ritual yang dilaksanakan dan selanjutnya berpengaruh kepada proses interaksi sosial yang terjadi pada pelaksanaan upacara ngaben tersebut. Kerjasama Interaksi sosial merupakan ciri dari adanya kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan demikian, pasti akan ada komunikasi di antara anggota masyarakat, baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Adanya komunikasi juga memastikan adanya kontak antara komponen- komponen masyarakat tersebut. Berbagai interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat tersebut mempunyai tiga bentuk pada umumnya. Bentuk yang pertama adalah interaksi adalah kerjasama, persaingan kompetisi, dan yang terakhir adalah konlik Soekanto, 200370. Ritual upacara ngaben yang berlangsung pada masyarakat Hindu di Bali, sesungguhnya merupakan kumpulan atau sistematika kerjasama. Dengan wujud-wujud kerjasama tersebut, upacara ini mampu berlangsung sampai selesai. Etos yang paling kelihatan dari kerjasama tersebut adalag gotong royong. Sebagai kegiatan kepercayaan keagamaan, ngaben ini mempunyai pentahapan, misalnya memandikan jenazah, menyembahyangkan jenazah, membakar, dan kemudian membuang abunya ke sungai atau ke laut. Tetapi sebagai sebuah kegiatan kebudayaan, ngaben ini penuh dengan pentahapan kerja sosial yang memerlukan kerjasama antar komponen masyarakat. Banyaknya sarana upacara yang dibuat memerlukan pentahapan- pentahapan kerjasama dalam ritual upacara ngaben tersebut. Interaksi sosial yang paling kelihatan pada masyarakat di saat melangsungkan upacara ngaben adalah gotong royong. Keseluruhan ritual ngaben, mulai dari tahap yang paling awal, yaitu membuat berbagai perlengkapan upacara, memandikan jenazah, membakar jenazah sampai dengan membuang debu ke sungai, adalah proses kerjasama dalam ritual ngaben. Charles H. Cooley menyebutkan bahwa kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian pada diri sendiri untuk memenuhi kepentingan tersebut. Kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna Soejono Soekanto, 200373. Ritual ngaben merupakan upacara yang pasti dilakukan dalam masyarakat Hindu Bali. Seperti yang telah diutarakan pada bagian awal dalam bab ini, upacara ini mengandung makna meengembalikan jazad manusia menuju asalnya. Asal yang dimaksudkan di sini adalah alam semesta yang dalam konsepsi Hindu Bali disebut dengan makrokosmos. Langkah selanjutnya setelah mengembalikan jazad manusia menuju alam semesta, yakni mengembalikan roh yang telah lepas dari jazad manusia tersebut menuju alam pitra, yaitu alam dimana dipandang tempat Tuhan bersemayam. Ini merupakan tujuan akhir dari seluruh kematian dalam konsep Hindu Bali. Karena itu, upacara ngaben itu adalah sebuah kepastian dalam masyarakat Hindu Bali. Sebagai sebuah kebudayaan, ngaben terlihat pada ritual dan berbagai kelengkapan ritual tersebut. Ritual ini sangat dipengaruhi oleh adat istiadat setempat, kebiasaan di daerah mana upacara tersebut diselenggarakan dan juga dari identitas sosial keluarga dari pihak yang diaben tersebut. Dua faktor ini, ditambah dengan berbagai sarana yang diperlukan dalam setiap ritual tersebut, membuat upacara ngaben di Bali berlangsung rumit yang memerlukan banyak tenaga dan waktu untuk mengerjakannya. Beberapa peralatan dan tahapan- tahapan tentang upacara ngaben telah diutarakan di atas. Dengan melihat konteks demikian, mau tidak mau upacara ngaben tersebut sangat tergantung dari bantuan orang lain. Karena upacara ngaben merupakan sebuah keharusan dan kepastian dalam kepercayaan masyarakat Hindu Bali, maka setiap anggota masyarakat Hindu pasti akan melakukannya dan pasti akan memerlukan bantuan dari pihak lain. Kondisi inilah yang dalam pandangan Cooley melahirkan kepentingan-kepentingan yang sama sekaligus kesadaran dan pengetahuan tentang kepentingan-kepentingan yang sama tersebut. Bagaimanapun keadaannya, masyarakat akan berusaha untuk menyediakan diri dan waktu untuk ikut terlibat dalam upacara ngaben tersebut agar kelak juga diperlakukan dengan cara yang sama oleh orang lain jika kelak melaksanakan upacara ngaben. Penyelenggaraan upacara ngaben di Banjar Penyalin, Samsam, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan misalnya, secara garis besar terbagi menjadi empat komponen pekerjaan. Yang pertama adalah pembersihan dan penghiasan, pembuatan sarana upacara pengabenan dan pembuatan serta persiapan sarana boga makanan. Masing-masing komponen ini juga mempunyai pembagian lagi, misalnya dalam hal pembersihan terbagi menjadi pembersihan di rumah pekarangan pemilik jenazah dan di luar rumah pekarangan. Pembersihan di rumah termasuk membersihkan rumah dan membuat lokasi tamu dan pelayat yang akan datang menuju tempat ngaben. Di luar rumah, termasuk membersihkan jalan menuju kuburan, membersihkan kuburan dari semak-semak. Pembuatan sarana upacara ngaben lebih banyak lagi jenisnya dan berlapis-lapis. Dan ini memerlukan tidak saja keterlibatan kaum pria tetapi juga wanita. Pembuatan pepaga, yaitu tempat memandikan jenazah, memerlukan lima orang tenaga laki-laki. Membuat sarana upakaranya juga memerlukan lima orang perempuan. Fenomena seperti ini, tidak saja terjadi di Banjar Penyalin, Tabanan tetapi juga telah jamak dimana-mana di lingkungan masyarakat Hindu di Bali dan setiap keluarga Hindu yang melaksanakan upacara ngaben pasti akan mengalami dan melakukan hal yang sama. Hal inilah melahirkan kesadaran atas kepentingan bersama tersebut dan kemudian membentuk kesatuan gotong royong pada upacara ngaben dan juga upacara keagamaan lain pada masyarakat Hindu di Bali. Masyarakat Hindu Bali mengenal konsep kehidupan bersama yang disebut dengan Sagalak Saguluk, Salunglung Sabayantaka. Arti sosialnya adalah bahwa setiap memecahkan masalah haruslah dilakukan secara bersama-sama dalam suka dan duka. Pekerjaan gotong royong dalam upacara ngaben dan juga upacara keagamaan yang lain menyungsung konsep tersebut. Mengutip Helms, Geertz menyebutkan bahwa pada ngaben tersebut ada tiga ledakan energi yang dahsyat, yakni energi sosial, energi estetik, energi alami Geertz, 2000227. Geertz menyebutkan energi sosial itu pada arak-arakan yang dilakukan pada saat mengangkut bade menuju kuburan. Sedangkan energi estetika disebutkannya menara bade yang diangkut beramai-ramai menuju kuburan dan energi alami adalah api yang membakar jenazah di kuburan. Apa yang diungkapkan oleh Helms tersebut sesungguhnya bisa dilebarkan lagi. Energi sosial tersebut tidak lain adalah keterlibatan begitu banyak masyarakat pada upacara ngaben. Massa yang terlibat ini tidak hanya pada arak-arakan massa menggotong menara bade tempat mengusung jenazah menuju kuburan. Energi massa tersebut juga terlihat di rumah penyelenggara upacara ngaben. Misalnya dalam membuat boga yaitu makanan untuk para pelayat, juga melibatkan massa yang banyak, yang jumlahnya mencapai puluhan orang dan terbagi secara sistematis. Sitematika tersebut mengikuti jenis-jenis makanan yang dibuat. Energi sosial juga muncul dalam pembuatan berbagai sarana upacara. Desa Batuaji Kawan, Kecamatan Kerambitan, Tabanan misalnya membuat sarana upakara ini dengan melibatkan seluruh wanita di desa tersebut. Satu orang wanita wajib bekerja gotong royong dalam mengerjakan sarana upacara ini jika ada kegiatan keagamaan. Ini sudah diatur dalam aturan banjar. Demikian juga halnya dengan aturan yang ada di Banjar Selingsing, Desa Pangkung Karung, Kecamatan Kerambitan, Tabanan. Berbagai keragaman dan kompleksitas pekerjaan dalam upacara keagamaan ini diatur oleh organisasi adat. Masing-masing banjar atau desa di Bali disatukan dalam organisasi yang disebut dengan banjar adat atau desa adat. Organisasi ini, melalui kelihan adat pemimpin organisasi ini akan membagi masyarakat anggota ke dalam kelompok- kelompok tertentu yang bisa disebut kecik atau juga tempekan dengan tugas-tugas tertentu jika ada upacara adat seperti misalnya ngaben yang diselenggarakan. Organisasi adat menjadi pemegang kekuasaan dalam mengatur kerja sosial yang ada di desa adat atau banjar adat dan anggota masyarakat tunduk dengan aturan yang dibuat tersebut. Kerjasama dalam upacara ngaben tidak hanya bisa berlangsung di dalam upacara ngaben itu sendiri tetapi juga berlangsung antara pihak-pihak yang melaksanakan upacara ngaben. Dua atau lebih keluarga akan bergabung untuk melaksanakan upacara ngaben secara bersama. Pada upacara ngaben di Bali, ini sering disebut dengan ngaben ngerit, yaitu ngaben yang dilakukan oleh banyak keluarga. Dalam konteks ngaben, tujuan bersamanya adalah mengembalikan jazad manusia menuju asalnya, yaitu Panca Maha Bhuta Agung atau alam makrokosmos. Ngaben ngerit pada umumnya merupakan gabungan antara belasan sampai puluhan jenazah yang diaben. Jenazah tersebut bisa berbentuk jenazah yang telah digali dari kuburnya lagi atau hanya merupakan simbol belaka. Penggabungan ritual upacara seperti ini dipengaruhi oleh dua faktor. Yang pertama adalah norma-norma dalam masyarakat Hindu Bali, seperti adanya keharusan agar setiap kuburan Hindu di Bali bersih jika ada upacara keagamaan di Pura Besakih, yang merupakan tempat persembahyangan umat Hindu terbesar di Bali. Upacara keagamaan yang dipandang besar di tempat persembahyangan tersebut adalah Eka Dasa Ludra dan Panca Wali Dasa Ludra merupakan upacara yang datangnya 10 tahun sekali sedangkan Panca Wali Krama datangnya setiap lima tahun sekali. Kedua upacara ini mempunyai makna penyucian alam. Karena itu, setiap lima tahun sekali umat Hindu akan melaksanakan upacara ngaben ngerit. Faktor kedua adalah bertujuan untuk mengirit biaya. Dalam upacara seperti ini, dimungkinkan untuk mengirit biaya ekonomis dari masing-masing peserta ngaben. James D. Thomson dan William J. McEwen menyebutkan koalisi merupakan bentuk dari kerjasama. Koalisi memperlihatkan adanya penggabungan dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama. Tetapi karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif Soekanto, 200375. Jelas ada perjanjian-perjanian sebelumnya yang dilakukan antara pihak- pihak yang telah melakukan kerjasama tersebut. Upacara ngaben ngerit ini adalah upaya koalisi karena pada hakekatnya keluarga-keluarga yang bergabung dan bersepakat untuk melakukan ngaben itu adalah sebuah organisasi. Dengan demikian, ngaben ngerit ini pada pokoknya adalah bentuk koalisi sosial dengan tujuan untuk melaksanakan upacara ngaben. Biaya ekonomi yang bisa ditekan cukup signiikan. Pada upacara ngaben ngerit yang berlangsung di beberapa banjar di Tabanan tahun 2006, setiap keluarga yang ikut dalam ngaben tersebut hanya menyumbang biaya ekonomi sebesar rupiah. Biaya ini identik dengan seperseratus dari ngaben- ngaben konvensional yang biasanya berlangsung di Bali. Keuntungan lain dari ngaben jenis ini adalah mampu ditekannya konlik yang diakibatkan oleh rasa iri atau persaingan antara satu keluarga dengan keluarga lainnya. Tanggungjawab bersama yang diemban oleh masing-masing pemilik jenazah membuat ritual ngaben seperti ini berlangsung lancar. Meski upacara ngaben jenis ini mampu menekan biaya ekonomi, tetapi biaya sosial tetap tidak mampu ditekan sampai batas maksimal. Misalnya rangkaian upacara tetap bisa berlangsung sampai lebih dari seminggu, menggunakan kuburan kampung atau upaya kerja sosial yang memakan banyak waktu. Kepemilikan Bersama Kepemilikan bersama yang dimaksudkan di sini adalah barang atau benda yang bisa dipergunakan bersama-sama dalam melakukan atau menandai adanya sebuah ritual keagamaan dalam masyarakat Hindu di Bali. Pada masyarakat tradisionil Hindu Bali, benda tersebut bisa berbentuk material dan non-material. Aspek materialnya bisa dilihat seperti misalnya kuburan, bale banjar balai rukun warga, kentongan, sarana-sarana yang mampu mempermudah jalannya upacara seperti kompor serta alat lain yang dipakai untuk memasak. Sedangkan aspek non-materialnya berupa aturan normatif dan kesepakatan. Ini misalnya terlihat pada makna bunyi kentongan dan sebelan bersama. Sebelan bersama ini bermakna pengakuan atas kehilangan secara bersama-sama atas peristiwa kematian. Intinya adalah duka dan solidaritas bersama. Duka bersama ini diterapkan secara berlapis dan sistematis. Pertama sebelan tersebut berlaku untuk keluarga batih, yaitu keluarga inti dari pihak yang meninggal dan melaksanakan upacara ngaben. Selanjutnya pada keluarga besar, pada tingkat dadya yang dilacak lewat keturunan dengan garis laki-laki sebatas merajan gede. Ketiga diterapkan pada komunitas banjar, yakni lingkungan kampung dimana mereka berdomisili. Konsep dan praktik sebelan ini hanya berlangsung pada masyarakat yang beragama Hindu. Apabila sebelan itu telah diterapkan, maka segenap upacara keagamaan yang berlangsung di pura atau tempat sembahyang yang ada di kampung tersebut, akan dihentikan. Demikian pula, semua pihak yang terkena sebelan tersebut, tidak akan melakukan persembahyangan. Berlakunya jangka waktu sebelan tersebut, berbeda-beda tergantung praktik kebiasaan setempat. Di Denpasar, jangka waktu itu akan berakhir dua belas hari setelah pelaksanaan upacara pengabenan selesai. Tetapi jangka waktu 12 hari itu hanya berlaku untuk keluarga batih dan keluarga besar. Tetapi untuk komunitas masyarakat banjar adat, itu hanya berlangsung tiga hari. Di Banjar Penyalin, Tabanan juga diterapkan hal yang sama. Suara dan irama bunyi kentongan, mempunyai makna normatif bagi masyarakat Hindu Bali. Dalam hubungannya dengan upacara ngaben atau kematian, irama kentongan yang berimana runtut tiga kali yang diselingi jeda, kemudian runtut tiga kali tersebut, merupakan tanda kesepakatan bahwa di wilayah tersebut ada kejadian kematian. Bunyi kentongan tersebut, sekaligus merupakan pertanda awal dari berlakunya sebelan, duka bersama dan solidaritas bersama tersebut dimulai. Sebagai komunitas yang dibentuk berdasarkan solidaritas bersama dengan asas gotong royong, suka-duka, yang dalam bahasa Bali disebut dengan segalak seguluk salunglung sabayantaka,banjar adat di Bali mempunyai kekayaan seperti kuburan, bangunan balai banjar tanah adat, serta alat-alat yang mampu membantu memperlancar jalannya upacara adat. Kepemilikan ini merupakan ciri dasar dari kosep banjar yang dalam pandangan Geertz, merupakan perluasan dari sekehe. Dalam pandangannya keanggotaan sekehe mendapatkan kontribusi kebutuhan yang sama dengan kelompok Warren, 199310. Ketika berlangsung upacara adat atau agama, seperti halnya upacara ngaben, sebagian besar, bahkan seluruh sarana tersebut difungsikan dan boleh dipergunakan dalam melaksanakan upacara. Fungsi yang paling pokok adalah kuburan. Setiap anggota banjar atau desa adat berhak menggunakan kuburan. Dalam praktik ritual ngaben, barang- barang komplemen seperti kompor masak adalah milik bersama dan bisa dipakai oleh siapa saja warga banjar yang menggelar upacara. Bagi anggota masyarakat yang tidak mempunyai tempat yang mencukupi untuk menampung kegiatan, maka bale banjar akan bisa difungsikan. Di banjar atau desa adat di Denpasar, yang komposisi rumahnya telah sesak, penggunaan bale banjar ini menjadi sangat signiikan. Akhir-akhir ini, terutama di daerah perkotaan desa adat atau desa pakraman juga mempunyai lembaga simpan-pinjam yang disebut dengan LPD Lembaga Perkreditan Desa yang juga mempunyai alat- alat perlengkapan sendiri. Lembaga keuangan ini mempermudah pemberian kredit bagi warga desa yang bersangkutan. Meninggal adalah situasi yang tidak bisa diprediksi, sehingga jika terjadi hal seperti ini dan memutuskan untuk melaksanakan upacara ngaben, keberadaan LPD akan menjadi solusi untuk mendapatkan dana. Keterikatan tradisional ini kelihatan pada hubungan antara masyarakat dengan pendeta. Dalam realitas sosial masyarakat Hindu di Bali, ada keterikatan yang dikonsepkan dengan ini merujuk kepada pendeta yang akan dirujuk sebagai pemimpin upacara pada setiap upacara yang dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat di sini disebut dengan sisya. Hal ini sangat berkaitan dengan tradisi yang ditinggalkan oleh leluhur keluarga tersebut. Kebanyakan generasi penerus keluarga akan melanjutkan tradisi ini. Dalam konsep Hindu, pendeta mempunyai tiga fungsi, yaitu memimpin upacara, belajar, dan menggali pengetahuan serta melakukan tugas pendidikan Pendeta Riang Gede, 2008. Dengan konsep seperti ini, seorang pendeta dipandang mempunyai siswa. Siswa inilah yang disebutkan dengan laval sisya. Sedangkan konsep siwa adalah brahmana yang memberikan ajaran Hindu di Bali. Sejarah munculnya Hindu ke Bali ditandai oleh kedatangan dua pendeta, yaitu pendeta Siwa dan pendeta Budha, dua aliran kepercayaan di masa Majapahit yang kemudian dibawa ke Bali Wiana, 1998. Karena berfungsi sebagai pendidik tersebut, maka masyarakat memandang sumber daya dan pengetahuan tentang pelaksanaan upacara keagamaan tetap ada pada pendeta. Setiap ada upacara keagamaan, pendeta tidak hanya akan berfungsi sebagai pemimpin upacara tetapi juga menjadi petunjuk pelaksanaan upacara. Pola ini seperti membuat adanya ketergantungan tradisionil dan menetap antara siwa dan sisya tersebut. Setiap siwa mempunyai sisya di sejumlah wilayah dan akan selalu melakukan pola seperti itu pada setiap melaksanakan upacara. Meski demikian, ketergantungan seperti ini sesungguhnya sedikit bersikap longgar. Dalam keadaan tertentu, boleh saja meminta pendeta yang berbeda untuk melaksanakan upacara. Misalnya, jika siwa yang bersangkutan sedang dalam keadaan sakit atau orientasi griya yang menjadi rujukan tersebut belum mempunyai pendeta. Dengan demikian, masyarakat masih menggantungkan sumber daya dalam upacaranya kepada pendeta. Sumber daya itu bisa berupa pengetahuan untuk melaksanakan upacara, sarana perlengkapannya dan suber daya manusia untuk memimpin upacara tersebut. Kompetisi Gillin dan Gillin mengatakan bahwa kompetisi merupakan proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum baik perorangan maupun kelompok manusia, dengan cara menarik perhatian publik atau dengan memperjuangkan prasangka yang sudah ada tanpa mempergunakan kekerasan atau ancaman Soekanto, 200391. Persaingan mempunyai dua tipe umum, yaitu yang bersifat pribadi dan tidak bersifat pribadi. Salah satu bentuk persaingan itu adalah persaingan kedudukan dan peranan. Di dalam diri seseorang maupun kelompok terdapat keinginan-keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang. Keinginan tersebut dapat terarah pada suatu persamaan derajat dengan kedudukan serta peranan-peranan pihak lain atau bahkan lebih tinggi dari itu Soekanto, 200392. Persaingan mempunyai dua sisi. Yang pertama, adalah persaingan yang bertujuan untuk memburu kemenangan terhadap lawan, atau lebih tegasnya adalah menyingkirkan pihak lawan. Pada titik ini, yang menjadi contohnya adalah persaingan yang disebabkan oleh balas dendam. Dan yang kedua adalah persaingan tanpa upaya menyingkirkan pihak lawan. Pusat perhatiannya adalah tujuan. Misalnya kompetisi dalam olahraga Soekanto, 2002352. Ritual ngaben mempunyai ciri keterbukaan secara sosial. Artinya upacara ini, baik tingkatan kualitas ritual, pelaksanaan prosesinya bisa dilihat dan diketahui secara umum oleh masyarakat. Tahapan- tahapan upacara yang dilakukan, wujud sarana yang dipakai, tingkat kehadiran masyarakat yang terlibat, maupun prosesinya akan dapat dilihat secara total oleh lingkungan masyarakat sekitar. Karena itu pada ritual akan terlihat juga kualitas pribadi dan kedudukan sosial serta peranan keluarga yang melaksanakan upacara tersebut. Karena itu ngaben akan menjadi pusat perhatian umum yang mau tidak mau gengsi perseorangan atau gengsi kelompok dipertaruhkan di sana. Melalui ngaben akan dipertaruhkan nama dan nilai-nilai individu yang membuat upacara ini tidak bisa dilepaskan dari aspek kompetitif. Hindu Bali, mempunyai kaitan yang sangat erat dengan identitas yang melekat pada masyarakat Hindu Bali pada umumnya. Dalam teori-teori identitas, ini lebih banyak menyangkut adanya integritas, koherensi dan kontinuitas yang melekat pada fenomena atau peristiwa tertentu. Dalam level individu ciri-ciri tersebut mampu dipertahankannya secara konsisten dalam pola-pola kehidupannya dalam berbagai tujuan Bellah, 1983 1. Keterulangan dan kontinuitas tersebut bisa dilacak sampai sejarah masa lalu dari fenomena yang bersangkutan. Karena pandangan tersebut, teori identitas kerap sekali berkaitan dengan tradisionalitas meskipun hal tersebut tidak selalu harus berarti demikian. Dalam konteks sosial, identitas tersebut menyangkut tentang struktur seperti kemampuan ekonomi, agama, etnik, gender, usia, dan kependudukan. Ada dua katagori dalam pemahaman tentang identitas, yaitu orientasi dari penulis author oriented dan orientasi pada aktor. Pada hal yang pertama, yaitu author oriented, ia menyebutkan identitas itu mengacu kepada faktor-faktor yang bersifat struktural seperti agama, pendidikan, politik, budaya, pendidikan, dan seterusnya. Sedangkan yang mengacu kepada aktor, identitas itu dikaitkan dengan keaktifan aktor yang memungkinkannya melakukan interaksi baik secara nasional maupun transnasional yang kemudian mempengaruhi individu. Dengan demikian, identitas yang terlihat pada anggota masyarakat Hindu Bali yang selalu melekat, terintegrasi, kontinyu dan terkait dengan hal yang bersifat sejarah adalah kasta, silsilah, nama keluarga serta hal-hal yang berkait dengan peristiwa kesejarahan atau masa lalu. Pelaksanaan upacara ngaben juga tidak bisa dilepaskan dengan aspek kesejarahan
. 45 189 273 255 340 177 302 248
ngaben adalah perwujudan budaya yang masuk dalam kelompok